Di tengah derasnya arus modernisasi dan dominasi produk industri, seni pahat kayu sebagai salah satu kekayaan budaya Nusantara kian jarang mendapat sorotan. Padahal, di banyak desa—dari Jepara hingga Toraja—denyut kreativitas para pemahat tetap berlanjut, meski perlahan mulai tergerus oleh minimnya regenerasi dan lemahnya dukungan ekosistem.
Sejumlah pegiat budaya menilai bahwa seni pahat kayu tidak sekadar produk seni, melainkan representasi perjalanan panjang identitas masyarakat Indonesia. Setiap ukiran menyimpan cerita, nilai spiritual, hingga pengetahuan teknis yang diwariskan lintas generasi. Namun, apresiasi publik terhadap karya-karya tersebut masih belum sebanding dengan usaha dan ketekunan para seniman di baliknya.
Baca juga : https://tokoslawiraya.blogspot.com/2025/11/asuransi-wajib-untuk-driver-ojek-online.html?m=1
“Banyak pemahat muda sebenarnya ingin bertahan, tetapi pasar belum stabil dan fasilitas pengembangan masih terbatas,” ujar seorang pemerhati seni tradisi di Tegal. Ia menambahkan bahwa modernisasi seharusnya tidak menjadi ancaman, melainkan peluang untuk memperluas ruang ekspresi dan pemasaran.
Di sisi lain, hadirnya alat modern, tren desain minimalis, serta platform digital sebenarnya membuka ruang baru bagi seni pahat untuk tampil lebih adaptif. Beberapa seniman muda mulai memadukan teknik tradisional dengan estetika kontemporer, sehingga karya-karya pahat kayu tak hanya tampil sebagai dekorasi klasik, tetapi juga sebagai bagian dari interior modern.
Meski demikian, tantangan terbesar tetap berkaitan dengan regenerasi. Banyak anak muda enggan terjun ke dunia pahat kayu karena dianggap tidak menjanjikan secara ekonomi. Minimnya pelatihan formal dan kurangnya ruang publik untuk pameran turut memperparah keadaan. Di sinilah peran pemerintah, komunitas seni, dan pelaku industri kreatif menjadi penting.
Pemerintah setempat seharusnya mulai melihat seni pahat kayu sebagai aset ekonomi sekaligus budaya. Pengembangan sentra kerajinan, pelatihan berbasis teknologi, hingga kurasi pameran yang rutin dapat menjadi jembatan bagi para pemahat untuk menempatkan karya mereka di pasar yang lebih luas—baik lokal maupun internasional.
Pada akhirnya, seni pahat kayu bukan hanya tentang keahlian mengubah balok kayu menjadi bentuk estetik. Ia adalah simbol ketekunan, kesabaran, dan narasi panjang kebudayaan bangsa. Jika tidak ada langkah nyata dalam pelestarian dan pengembangannya, Indonesia berisiko kehilangan salah satu identitas artistiknya.
Kini, saat dunia mulai kembali menghargai produk handmade dan karya autentik, momentum kebangkitan seni pahat kayu sebenarnya sudah di depan mata. Pertanyaannya, apakah kita siap merawat dan memajukan warisan ini, atau membiarkannya hilang perlahan ditelan zaman? (***)
0 Komentar